• Kicauan Terakhir

  • Baca Juga

  • Komentar Anda

    debrajoem on 13 Tahun jadi Blogger, Kini Pe…
    Blog Entertainment I… on Sekedar Tips dari Twitter untu…
    Blog Berita Indonesi… on Film Tsunami Aceh Hadir di Lay…
    Blog Teknologi Indon… on Perempuan Aceh dan Arti Sebuah…
    Blog Olahraga Indone… on 13 Tahun jadi Blogger, Kini Pe…
    Yusuf on Makam Tgk Di Cantek, Terlantar…
    Miftah Habibi on 13 Tahun jadi Blogger, Kini Pe…
  • Arsip

  • Kategori

  • Para netter yang doyan ke OWL

    Aulia87.wordpress.com website reputation
    MyFreeCopyright.com Registered & Protected

Syariat Islam di Negeri Serambi Mekkah


syariat islam

Ilustrasi: acehdesain.wordpress.com

ENTAH apa yang terpikirkan atau terbayangkan oleh mereka atau pun Anda yang menonton tayangan ditelevisi saat Aceh disorot dari Syariat Islam, Gempa dan Tsunami, Ganja atau pun lainnya.

Tentu beragam perasaan dan hayalan tentang “kekejaman”, kesedihan, kemegahan si daun jari menjadi satu yang kadang sulit dipisahkan.

Tapi apa daya saat syariat disorot, berbagai media di dunia nyata atau maya kian kepincut. Tentu ini adalah bahan lama alias cerita klasik (hangat-hangat kuku kalau tidak mau dibilang taik ayam), saat diangkat semua terbakar emosi, sibuk membicarakan, bahkan menuduh tanpa alasan dan paling parah menodai sampai ke arah SARA, yakni agama rahmatan lil’alamin.

Sungguh sedih, saat membaca beragam suara warga yang mungkin terwakilkan lewat twitter yang sangat mengiris hati atau mereka yang berbicara tanpa ada hati mungkin. Continue reading

Siap Jadi Ibu Sebelum Siap Jadi Istri


ibu

ilustrasi by hdmessa.wordpress.com

ANEH mungkin, jika bagi seorang laki-laki dalam memaknai bahwa seorang wanita telah siap menjadi seorang Ibu, padalah dia belum menjadi seorang istri. Malah sekarang ini banyak wanita setelah siap menjadi istri belum siap menjadi ibu untuk kedepannya.

Ini adalah kisah yang sebenarnya ada disekitar kita, dan bahkan mereka para sesamanya (wanita, -pen) juga mungkin luput dari perhatiaan kaumnya sendiri.

Hmmm, kenapa saya terpikir dengan hal yang kecil ini? awalnya hanya sebuah pertanyaan biasa. Setelah saya mengingat ulasan-ulasan dari komentar orang-orang yang pernah mengunjungi blog saya, lalu terpikir dengan secuil ide itu bisa ada bila kita mampu untuk menulisnya dan memberikan atau sekedar membagi kepada orang lain supaya sejarah itu tidak lepas begitu saja. Continue reading

Wahai Para Gadis


Hari ini saya akan membicarakan sebuah realita yang mungkin semua wanita akan melewatinya atau pun bagi mereka para lelaki juga. Namun, kali ini tulisan ini khusus buat mereka yang mengaku diri wanita/para gadis yang sejati akan fitrahnya.

Langsung saja dengan topiknya, siapa sangka kalau film AAC (Ayat-Ayat Cinta) menjadi film bioskop terlaris selama hampir 2 bulan mendatang ini yang menurut info di berbagai media dan sutradara sendiri sampai saat ini AAC the movie telah mencapai penonton lebih dari 2 juta orang di seluruh Indonesia.

Sebuah penghargaan yang luar biasa tentu bagi Hanung dengan berbagai komentar yang cukup luar biasa juga, lihat saja di postingan awal saya ini.

Hal yang menarik disini adalah ketika film AAC ini menjadi momok atau bahan pembicaraan ketika hal yang tidak biasa diangkat ke dalam layar lebar atau bioskok menjadi sesuatu yang “biasa”. Siapa sangka bila tema poligami menjadi bahan omongan dalam film ini.

Saat-saat saya browsing di sebuah situs ini, khususnya di bagian topik tanya jawab dengan ustadz Ahmad Sarwat. Lc dalam hal nikah. Terlintas sebuah judul yang saya kira hanya pertanyaan biasa saja, namun setelah melihat isi pertanyaannya ternyata berhubungan erat dengan AAC.

Sebegitu tingginya rate film ini menjadi bahan pertanyaan bagi para ustadz/ustadzah pengasuh di berbagai situs Islami di Indonesia bahkan diberbagai kajian-kajian para pemuda-pemudi diberbagai institusi. Sehingga menuntut para ustadz pun harus sedikit gesit memantau film-film yang bertema Islami ini agar tidak salah dalam memberikan jawaban. komentar atau pun alasan.

Hal yang menarik dari pertanyaan diatas dalam rubik tersebut mungkin saya tidak begitu membahas pada isi poligaminya, melainkan jawaban dari pertanyaan tersebut yang isinya sungguh membuat saya membaca berkali-kali.

Dimanakah hal tersebut yang membuat saya mengulang beberapa kali akan maknanya? tepat di bagian solusi yang diberikan oleh Ahmad Sarwat yakni seorang anak gadis seharusnya sangat dekat dengan ayahnya.

Namun, bagian apa yang bisa menjadi paling menarik dari jawaban itu? saya akan menjawab bagian preogratif-nya seorang Ayah bagi kebahagiaan anak gadisnya. Memang kita sering identik dengan kata preogratif pada lembaga pemerintahan yakin seorang presiden atau sebut saja elemen-elemen tertinggi disemua kalangan.

Tetapi seorang Ayah atau Bapak tentu juga seorang pemimpin kecil bagi keluarganya sendiri maupun bagi dirinya sendiri. Dimana sebagian kita mengenal memang sosok seorang Ayah itu lebih “rendah” prioritasnya dibandingkan pengorbanan seorang Ibu, siapa yang tidak tahu hadist Nabi tentang siapa yang harus kita hormati yang lebih tinggi dalam sebuah keluarga, hadist ini salah satunya: Bahz bin Hakim dari ayahnya dari neneknya berkata: “Saya tanya kepada Rasulullah SAW: “Ya Rasulullah, siapakah harus saya taat?” Jawab Rasulullah s.a.w.: “Ibumu.” Kemudian siapakah? tanya saya lagi. Jawab Rasulullah s.a.w.: “Ibumu.” Saya bertanya sekali lagi dan Rasulullah s.a.w. menjawab: “Ibumu.” “Kemudian siapa?” tanya saya lagi.” Rasulullah s.a.w. menjawab: “Ayahmu, kemudian yang terdekat dan yang dari kerabat”. Ibu dalam hal ini memiliki hak utama sedangkan untuk Ayah hanya 1 kali bandingan saja (3:1).

Sebelumnya saya minta anda untuk tidak berpikir macam-macam (negative thinking) tentang paparan perbandingan Ibu dan Ayah tersebut, bukan maksud disini saya merendahkan hak seorang wanita lebih hina dari pada lekaki atau pun sebaliknya. Itu hanya sebagai penguat saja tentang hak preogratif seorang Ayah pada pertanyaan di atas saja. Oke!!!

Terus hal menarik lainnya adalah ketika seorang wanita atau muslimah dalam jawaban ustadz Sarwat mengatakan bahwa “Maka bagi seorang wanita muslimah yang aktifis, perlu diingat bahwa semua aktifitas Anda menjadi seorang kader atau aktifis, akan menjadi sia-sia dan tidak ada gunanya, manakala anda tidak mampu mengambil hati ayah kandung. Sebab biar bagaimana pun, hak dan wewenang ayah kandung itu mutlak dibenarkan dalam syariah Islam.”

Itu menurut saya sungguh luar biasa dimana di paragraf berikutnya sang ustadz menambahkan dengan umpama “Kalau seorang wanita datang dengan calon suami ideal pilihannya, tapi sang ayah masih menggeleng, jelas sudah siapa yang menang. Yang menang tentu saja ayah, meski si gadis telah didukung oleh 1.000 ustadz atau ustadzah kondang sekalipun”.

Mungkin cukup 3 paragraf dari solusi itu saja yang anda baca dari jawaban ustadz tersebut dan saya pun tidak akan mengaitkannya dengan film AAC yang pro kontra masalah nikah seorang Fahri dengan Maria yang tinggal dalam satu dan bla bla seterusnya.

Sedikit pemikiran dari saya dalam jawaban tersebut adalah kembali merevisi atau mengingat akan kehidupan para wanita sekarang terlebih di jaman yang serba glamor dan metropolitan apalagi kehidupan di Jakarta.

Walaupun saya tidak pernah tahu akan kehidupan hakiki wanita dalam sehari-hari baik tingkah dan sikapnya, sebenarnya saya masih bisa menilai keluarga saya sendiri dimana saya mempunyai dua orang kakak perempuan yang setiap saat bisa saling berbagi dan bercerita.

Kenapa sih dalam jawaban tersebut diatas sang ustadz mengumpamakan dengan sebuah tingkatan paling tinggi (1000 ustadz/ustadzah), memang masalah preogratif seorang Ayah kecuali jika seorang Ayah mendapat ilham yang lain dan itu lain cerita. Tapi tahukah kita saat ini bagaimana seorang wanita atau para gadis berlaku terhadap Ayahnya sendiri, luar biasa macam-macam. Dalam hal positif tentunya, banyak para gadis yang lupa akan kedekatan mereka dengan ayahnya ataupun bisa jadi sebaliknya.

Saya menilai hal ini adalah sebuah penurunan drastis, dimana ketika dulu sebut saja masa-masa muda para orang tua kita. Hormat seorang anak kepada orang tuanya sungguh bisa diacungkan jempol baik itu laki-laki maupun wanita. Namun kenyataannya sekarang bisa anda nilai sendiri, betapa arus zaman membawa kita sering melupakannya akan tatanan hidup yang harmonis. Betapa pesat budaya luar (westernisasi) masuk ke wilayah barat khususnya Indonesia membawa perubahan besar.

Hal yang paling kecil adalah pergaulan, mode serta sikap gaul adalah incaran budaya luar. Entah kenapa juga Indonesia yang masih mayoritas muslim menjadi sasaran empuk bagi korban mode dan segala macamnya terlebih bagi para ABG dan juga mahasiswa-mahasiswi.

Hal yang paling gampang bisa diibaratkan kita lupa akan Allah diwaktu kita sedang menikmati kesenangan atau kemudahan, namun sebaliknya ketika kita jatuh ke titik rendah (kesusahan) kita akan memohon dan bersimpuh di hadapan-Nya untuk memohon sesuatu kembali seperti semula. Begitu juga dengan orang tua kita, yang kadang-kadang kita lupa dengan pengorbanannya dari waktu kita masih kecil dulu hingga sampai dewasa seperti ini.

Bisa anda renungkan, betapa banyak pengorbanan yang telah kita berikan kepada mereka hingga mereka masih sempat bisa merasakannya sampai saat ini, walaupun kita akui tidak ada pengorbanan yang bisa kita balas jasanya 100 persen. Melainkan doa kita sebagai seorang anak yang shaleh kepada kedua ibu bapak kita dan kadang-kadang itu pun kita masih sering lupa untuk berdoa kepada keduanya.

Kenapa sih, orang tua menjadi sesuatu yang sangat dihormarti dan harus dipatuhi? anda mungkin lebih tahu dari pada saya. Bahkan dalam hadist pun telah diungkapkan “Dimana ridha Allah tergantung pada ridha orang tua, dan juga murka Allah tergantung pada murka kedua orang tua”.

Betapa besar akan hal tersebut diatas telah kita lakukan, terlebih bagi seorang wanita yang benar-benar dekat dengan Ayahnya. Karena ini menyangkut masa depan mereka, namun hal tersebut tidak ada bagi seorang lelaki dimana dia bisa menjadi wali atas dirinya. Terlebih dari itu pun restu akan orang tua juga sangat mulia.

Semoga hal ini menjadi refleksi bagi kita bersama, terlebih buat kalian wahai para wanita muslimah. Fitrah mu menjadi sesuatu yang sangat berhagai nilainya dengan mendekatkan diri dengan orang tua terlebih bagi seorang Ayah yang telah menafkahi kita sampai menjadi manusia sehat dan kuat seperti ini.