“Sesungguhnya surat itu, dari SuIaiman dan sesungguhnya (isi)nya: “Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”. (QS An Naml ayat 30). Itulah petikan khutbah jum’at kali ini (20/6) yang khatib sampai di Mesjid Ukhuwah Islamiyah Kampus UI Depok.
Disuasana yang begitu agak sepi jamaah (berhubung mahasiswa sudah liburan), khatib menyampaikan sebuah ayat dimana dalam surat An Naml terdapat dua buah ayat yang melafadzkan Basmalah terlebih pada bagian ayat 30 (innahu min sulaymaana wa-innahu bismi allaahi alrrahmaani alrrahiimi).
Memang dalam hal ini, Allah SWT telah memberikan sebuah keistimewaan dengan nama surat yang berarti Semut. Dalam Al Quran sendiri terdapat 6 buat surat yang artinya berupa binatang, yakni Al Baqarah (Sapi Betina), An Nahl (Lebah), Al ‘Ankabuut (Laba-laba), Al ‘Aadiyaat (Kuda) dan Al Fiil (Gajah).
“Dari beberapa nama binatang itu ada layaknya manusia bisa mencontohkannya, bagaimana mereka berlaku dalam kehidupan dunia ini. Namun, ada juga yang tidak layak bagi manusia mencontohinya”, sebut sang khatib.
Kembali dalam kehidupan semut tadi, dimana dalam surat tersebut diceritakan bahwa asal muasalnya (asbanun nuzul) turunnya surat An Naml dengan adanya perintah raja semut kepada pasukannya di ayat 18 dan 19.
Di mana raja semut mengatakan kepada anak buahnya agar masuk sarangnya masing-masing, supaya jangan terpijak oleh Nabi Sulaiman dan tentaranya yang akan melewati tempat itu.
Mendengar perintah raja semut kepada anak buahnya itu, Nabi Sulaiman tersenyum dan takjub atas keteraturan kerajaan semut itu dan beliau mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maba Kuasa yang telah melimpahkan nikmat kepadanya, berupa kerajaan, kekayaan, memahami ucapan-ucapan binatang, mempunyai tentara yang terdiri atas jin, manusia, burung dan sebagainya.
Nabi Sulaiman yang telah diberi Allah nikmat yang besar itu tidak merasa takabur dan sombong dan sebagai seorang hamba Allah mohon agar Allah memasukkannya ke dalam golongan orang-orang yang saleh.
Selain itu semut pun tidak pernah merasakan ketamakan dalam mendapatkan rezekinya, ketika sebuah nasi yang diambilnya dari sisa-sisa yang ada, semut tidak pernah memakannya sendiri. Melainkan selalu bersama-bersama dengan koloninya atau diumpamakan dengan jamaah dalam kehidupan kita di dunia.
Semut juga selalu bekerjasama dalam segala hal, termasuk dalam membangun sarangnya. Mereka tidak pernah membangun sendiri, walaupun rumah yang dibikinnya (sarang, -pen) berbentuk jelek dan sebagainya.
Mungkin itu saja yang bisa saya sarikan dari khutbah jum’at kali ini, semoga ada manfaat yang bisa diambil dari kerukunan yang diberikan semut kepada kita yang hidup dalam nikmat Allah SWT. Lebih dan kurangnya saya mohon maaf. Wallahu’alam bish shawab
Filed under: Agama, Kampus, Renungan | Tagged: An Naml, Depok, Gajah, Khutbah Jum'at, Kuda, Laba-laba, MUI, Renungan, Sapi Betina, Semut, UI |
maka selayaknya manusia belajar dari semut
jangan malah belajar dari ikan mas
gitu kan sobat 🙂
Bertambahnya kekuasaan dan kelebihan bertambah pula tangggung jawabnya……
أصلح الله قلوبنا ، وزكى أنفسنا ، وحفظنا بحفظه الذي لا يرام ، وجعلنا من عباده المخلصين الصادقين ، وتقبل منَّا أعمالنا إنه هو السميع العليم ، وتاب علينا إنه هو التواب الرحيم
Yup.. dan manusia jangan sampai kalah dengan semut, bagaimanapun juga kedudukan manusia lebih tinggi dari makhluk Allah lainnya.. Subhanallah…
Bener sekali semua yang saudara-saudaraku tulis, semakin besar kita semakin banyak pula tanggungan yang mesti kita pertanggung jawabkan.
Semoga kita selalu dalam limpahan dan berkah-Nya. Amiin
asal jangan niru salam semut ajahhh
Begitu banyaknya Allah memberikan petunjuk-NYA kepada kita.
Gotong-royong, saling bantu adalah patut di contoh
hm hm hm hm…makasih atas komenmu ya..nyoe bang..awak Aceh assli..assli Meulaboh-Aceh Barat…droen neuh awak pane?
Kayaknya pemimpin kita perlu mencontoh Raja Semut.