ADANYA media dengan segudang informasi tentu positif, walaupun tersimpan berbagai agenda dibalik pemiliknya. Masyarakat awam pun bisa menikmati berita yang beredar, sejauh tidak terkoneksi dengan dunia maya dan masih ada bentuk cetak yang bisa dibaca-baca hingga lusuh selama 12 jam sehari.
Mungkin koran-koran daring alias media online belum tersentuh secara penuh oleh masyarakat luas, hanya sebagaian besar dengan kecakapan teknologi yang dibeli oleh pengguna. Namun, alangkah sayang jika orang-orang yang punya inteligensi tinggi, daya pikir yang lebih matang akan termakan dengan oleh media yang berhaluan ‘kentut’.
Kentut disini adalah salah satu contoh dari sebuah tulisan dari media luar (wadiyan.com) yang bealiran satire (sindiran) dan fiktif belaka yang dikonsumsi dan dibagi-bagi oleh orang-orang yang hebat di jejaring sosial tanpa terpengaruh dengan pandangan lingkungan sekitar.
Sindiran memang tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, bahkan bisa mengobok-ngobok hal yang berbau SARA. Fiktif belaka juga demikian, mengutip kejadian yang dibuat-buat, tidak ada kebenaran dari berbagai sudut pandang yang akhirnya melahirkan sebuah olok-olok bagi yang membacanya.
Miris memang, saat melihat berita dari media ‘kentut’ ini masih saja penuh dibeberapa linimassa orang-orang yang bisa dibilang keren. Karena yang saat ini terjadi, kebebasan menciak atau pun berdemokrasi lewat karakter terbatas menghadirkan sesuatu yang tanpa batas.
Nilai etika yang terkandung pada pribadi pembaca (netizen jejaring sosial) pun terkadang hanya ingin terlihat bahwa dirinyalah yang mengetahui ini dan itu, tanpa disadari dibalik itu semua berdampak sosial di sekitarnya. Ada kala kita terpesona pada hal-hal yang baru, apalagi berbau aneh dan menggelitik. Tapi bukanlah yang aneh dan menggelitik membuat otak penyimpan memori itu untuk ditelan bulat-bulat tanpa kroscek dan lainnya.
Eksploitasi, kerancuan dalam pola pikir, bahkan pada kondisi termakan oleh omongan (media atau sejenisnya) merupakan sesuatu yang berpotensi besar yang masih kerap terjadi pada netizen di Indonesia. Edukasi dan pendekatan dengan hal-hal positif tentu bisa membuat saraf otak akan lebih baik. Cobalah![]
Filed under: Aceh Hari Ini, Agama, Kesan | Tagged: Agama, Kentut, kroscek, Media, nilai etika, pola pikir, Provokasi, SARA |
Memang masih banyak pembaca [konsumen media] yang hanya menelan mentah2 setiap berita yang disajikan, tanpa mencoba menelaah benar tidaknya atau layak tidaknya sebuah informasi tersebut. Lebih parahnya lagi, si penyaji berita, kebanyakan ‘hanya’ kejar target sekaligus mencoba meraih keuntungan, tanpa menelaah terlebih dahulu kelayakan dan kebenaran dari informasi yang mereka ‘turunkan’ tersebut.
Harusnya Edukasi dan pendekatan dengan hal-hal positif, sudah saatnya dipertimbangkan dan diusahakan.
Peuhaba rakan? 🙂
kejar target atau setoran dan bahkan popularitas bisa naik hanya lewat jejaring sosial atau pun media fiktif seperti yg tersebut di atas 🙂
Haba get nyoe cut kak 🙂
memeng.
tapi orang tuaku selalu memandang negatif, bagai mna caranya menyakini supaya memendang positif sama dengan yang lain?
memandang negatif dalam hal apa dulu nih neng Siti?
salam…
thanks ya sdh berkunjung, kunjungan balik nih… ikut ABFI di solo jg ya? ntar ketemuan kita dong yaaaa… 🙂
iya nih mba, rencana sih ikut semoga saja bisa bertemu 🙂
Makanya jgn nelan suatu informasi mentah2..di baca, dicermati, ditelaah, dipikir & dicari kebenarannya..
hehehehehe
Salam kenal yaa..
Salam kenal juga mba Yeyen 🙂
media katanya punya yg bayar lebih banyak… *bikin sebel hehe 🙂
Kalau itu sudah rahasia umum bang Syahru, karena dibayar dan dapur pun akan berasap 😀
untuk media harus lebih di cermati saja dan di cari kebenarannya
Nice posting
salam kenal ya
salam kenal kembali mba/mas IP 🙂