VIDEO di atas mengambarkan semangat para TNI Kodam Iskandar Muda (IM) di Aceh pada hari Rabu (22/12) kemarin, di Blang Padang. Dalam acara HUT Kodam IM ke-54, sebuah acara kolosal yang disebut dengan tarian “Saman” diakui sebagai rekor baru bagi Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai tarian dengan peserta terbanyak, yakni 3000 orang (prajurit dan istri TNI).
Ada polemik sepertinya yang terjadi, pasca-penampilan tarian yang kemarin diklaim sebagai tari Saman yang telah memecahkan rekor MURI tahun 2010.
Tak berselang satu hari, info-info ‘kecaman’ dalam bentuk opini dan orasi kian terjadi. Hal ini saya temukan pada berbagai status yang berselewiran di dunia Twitter yang berjudul “Pencaplokan Saman, Picu Konflik Baru di Aceh“. Tak telak itu saja, bahkan tulisan yang berbentuk pada perkeruhan suasana juga menambah menarik dengan tulisan “Akhirnya Melalui SAMAN, Aceh pun menghabisi Gayo“.
Dalam sebuah komentar saya terhadap berbagai tulisan tersebut tidak terlalu pelak juga, berikut cuplikannya:
… Bangsa Aceh sudah layaknya tahu kembali sejarah, budaya dan seni sendiri (padahal dalam situs wikipedia telah jelas di sebutkan perbedaan secara singkat http://id.wikipedia.org/wiki/Tari_Rat%C3%A9b_Meuseukat
Kenapa harus berdebat lagi Gayo dan Aceh, serasa Aceh dan Gayo akan terus ‘berperang’. …
Tentang komentar itu, lebih jauh bisa dibaca disini. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari Wikipedia apa yang pernah disitir oleh rekan blogger Aceh, Muhammad Nabil Berri (Pengagas Wikipedia Bahsa Aceh) tentang perbedaan Saman dan Tari Ratéb Meuseukat, yakni: “Perbedaan utama antara tari Ratéb Meuseukat dengan tari Saman ada 3 yaitu, pertama tari Saman menggunakan bahasa Gayo, sedangkan tari Ratéb Meuseukat menggunakan bahasa Aceh. Kedua, tari Saman dibawakan oleh laki-laki, sedangkan tari Ratéb Meuseukat dibawakan oleh perempuan. Ketiga, tari Saman tidak diiringi oleh alat musik, sedangkan tari Ratéb Meuseukat diiringi oleh alat musik, yaiturapa’i dan geundrang.”
Inilah tarian Saman yang pernah saya lihat secara langsung, memang jelas sangat berbeda dari segi bahasa dan personilnya serta ciri khas lainnya.
Besar harapan, warisan ulama Syekh Saman di tanah Gayo tidak pernah ‘dipersengketan’ atau ‘dicaplok’ oleh siapa pun. Gayo di Aceh, dan masih banyak suku-suku lain yang jarang orang sendiri untuk tahu keberadaannya.
Apakah orang-orang yang mengatasnamakan Dewan Adat dan Dewan Kesenian, dan dewan-dewan yang telah ‘mabuk’ suasana ini telah menepis akan sejarah tari yang pernah diwaris oleh seorang Syekh? kemana para pemimpin ku di Nanggroe (semoga endatu tidak akan murka) terhadap generasinya kini. Semoga[]
Filed under: Aceh Hari Ini, Agama, History, Renungan | Tagged: Aceh, Budaya, Gayo, Islam, Kesenian, Saman, Suku, Syekh Saman, Tari Ratéb Meuseukat, Tarian |
PEMERINTAH ACEH ADALAH PENJAJAH UTK MASYARAKAT GAYO
buat org luar aceh pahami aceh secara mendalam, jangan hanya melihat aceh secara General. Suku Gayo bukanlah suku Aceh. Gayo adalah suku yang berdaulat….
Hah, gaya komentar dengan huruf besar (emosi meledak sepertinya)
Sepertinya komentar seperti itu langsung saja sampaikan ke Pemerintah Aceh 🙂 kan ada line sms pemprov!
percuma lu berpikir begitu aceh ma gayo tu kayaknya sengaja dipecah dari zaman belanda. setau gw raja2 di aceh itu aslinya beradik kakak. walaupun beda suku mereka tetap terikat pertalian saudara. sedarah dan seakidah. justru mungkin bahasa awal di aceh ya kayahk bahasa gayo. cuma dipesisir dah terpengaruh banyak kosakata melayu, persia dan arab. karena perbauran zaman dulu umumnya terjadi di pelabuhan. Pelabuhan laut tentunya ada di pesisir. Gimanapun aceh dan gayo udah bersaudara sangat lama. gak usah maksa2in jadi batak.
sungguh sangat di rugikan seni yang mempunyai nilai sejarah bagi masyarakat gayo, kini nilai itu di anggap seperti bukan dari daerah itu sendiri (gayo)
Identitas gayo terkesan seperti di lecehkan !
semoga cepat ada jalan keluar ya ecan…
wah malu tetik sebagi generasi muda inda tau apa apa…
makasih infonya…
sama-sama tetik 🙂
Rasanya sebagai manusia sama sekali tidak perlu memperdepatkan “ini budaya siapa.” Budaya bukanlah agama yg harus sesuai dengan Al-Quran dan Hadist, budaya bisa dimodifikasi dengan berbagai rupa selama tdk menyalahi paham agama.
Dan SAMAN dijadikan sebagai budaya “ACEH” itu adalah hal yg wajar. Sebuah keluarga mengklaim karya anaknya sebagai milik keluarga itu bukanlah hal yg harus diperbesar-besarkan.
justru komentar seperti keluarga itu sudah utarakan juga Bang Maun, semoga ada proses dalam segala tindak/animo orang2 yang menaikkan berita ini pasca rekor MURI tanggal 22 kemarin 🙂
dari dulu dong, awalnya gmn bs kyk gt digiarkan saja?
yah begitulah, tapi paling tidak sekarang kita sedang mencoba mencari solusi yang terbaik untuk satu keluarga yang damai…
semua sama2 budaya Indonesia
benar, tidak hanya orang Aceh, melainkan rakyat Indonesia harus saling menjaga keanekaragaman ini.
agan2, khususnya yg dari Gayo. jgn meributkanhal keginian gan. ga perlu banget gan! dah banyak noh saran, si kang ardhan kang aulia uga. ikotin aja alnya ntar ribut beneran gan!
gue malah curiga neh politik jelang pilkada. maklom lah ada duit dibalek itu tuh
agan ardhan agan aulia ga usah digubris koment kajol
urus yg laen ja
sukses wat agan berdua!
Sip, roh juga jangan curiga2 ya.. (keep positive thingking) kita hanya membantu Aceh, siapa pun kita orang Aceh harus bisa membantu keluarga yang sedang ‘bermasalah’ 🙂
Saleum Damee
Postingan seperti ini bukanlah berusaha membantu Aceh, tapi malah memperkeruh suasana dan berusaha memecah kesatuan Aceh.
Kecuali ingin mencari secuil “Nama” utk terkenal.
Tidak ada salahnya Saman, atau Kuah pliek, atau apapun budaya sebuah daerah diaceh diakui sebagai budaya “Aceh” secara umum. Tidak perlu memberi nama Saman – Gayo – Sumatra – Indonesia.
Itu sudah menghapus Aceh sebagai daerah tempat Gayo berada.
Maaf jika mulutku agak bau. Keep smile.
Lon teupu sang Bang Maun kheun meunan pasti gara2 bak baca Judul di ateuh, tapi menyoe neukalon asoe manteng jioh.
Hana payah lon jak peubandeng le ngon tulesan yang na di inan judul “Pencaplokan Saman, Picu Konflik Baru di Aceh“ ngon “Akhirnya Melalui SAMAN, Aceh pun menghabisi Gayo“.
Saleum damee Bang Maun 🙂
Gayo mantong bagian dari PROVINSI Aceh. Jadi wajar bila PROVINSI Aceh melestarikan budaya yang ada di kawasannya sendiri. Meunyo ha dipatenkan, lalu diklaim di daerah laen, soe yang rugoe? Bek tuho reog ponorogo, angklung, tari bali, batik, pernah hampir diklaim oleh Malaysia.
Sama-sama Aceh hanjeut saling meukap-kap.
nyan ka nyoe keupu lom na Cumbok keudua teuma gara bak peusiblah atra nyoe, manteng jeut taduek pakat…